“Paus di Wakatobi Telan 115 Gelas Plastik dan Sandal Jepit” Jelas BBC News dalam judul beritanya.

Bukan, ini bukan kesalahan pada mata anda. Judul dalam berita BBC News tersebut memang benar adanya.

 

Sumber: Kompas.com

 

Seekor Paus Sperma (Sperm Whale / P. macrochepalus) ditemukan mati membusuk dan terdampar di perairan Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dilansir dalam postingan instagram WWF Indonesia, paus tersebut menelan 5,9 Kg plastik yang terdiri dari plastik keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4 pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), tali rafia (3,26 kg) & gelas plastik (115 pcs, 750 gr).

Sungguh makhluk yang malang, sudah terjebak di jaring-jaring para nelayan, kini harus mati dengan penuh plastik di dalam perutnya.

Sedihnya, kemalangan sejenis tak hanya menghampiri Paus Sperma. Ada anjing laut yang tersiksa karena harus bertahan hidup dengan jaring yang tersangkut di lehernya. Burung yang mati karena banyak menelan tutup botol plastik. Juga penyu yang cacat karena plastik tersangkut di tubuhnya.

 

Sumber: hipwee.com

 

Sadarilah, kemalangan-kemalangan ini terjadi-tak lain dan tak bukan karena plastik yang kita (manusia) hasilkan. Setelah digunakan, plastik-plastik tersebut dibuang begitu saja layaknya benda tak bernilai. Dikumpulkan lalu dibuang ke penampungan, ada juga yang mengalir bersama air sungai dan berakhir di lautan.

 

Tentang Plastik dan Gaya Hidup Manusia Masa Kini

Jika pada dekade 70an orang-orang masih menggunakan tas anyaman rotan saat berbelanja, maka kini orang-orang lebih memilih menggunakan berlembar-lembar kantong plastik sekali pakai untuk menenteng belanjaannya.
Yang dulu gemar membungkus makanan menggunakan daun pisang dan daun jati, kini berubah menggunakan plastik dan sterofoam, juga barang-barang sintesis lain yang sulit terurai.
Maka tak heran jika ‭plastik menjadi benda ‬yang ‭ ‬paling banyak ditemukan di wilayah ‭‬daratan-juga menjadi yang paling dominan di lautan.

Sumber: google.com

 

Sementara itu, data dari Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan bahwa:

– Dalam setiap menit, Indonesia menggunakan lebih dari satu juta kantong plastik.
– Setiap tahun produksi kantong plastik menghabiskan 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon.
– Rata-rata orang Indonesia menggunakan 700 kantong plastik per tahun.
– Jika kantong plastik dibuang begitu saja setiap harinya, jumlahnya bisa menutupi seluruh kota Bandung

Maka tak heran jika dalam sehari, masyarakat Indonesia bisa menghasilkan sampah hingga 65 juta ton. Lalu bahayanya apa?

 

Mikroplastik, dari Manusia Kembali ke Manusia

Manusia memproduksi plastik, mengggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian (kebanyakan orang) membuangnya. Plastik yang dibuang manusia di daratan maupun yang berakhir di laut, kemudian terpapar sinar ultraviolet dalam waktu yang sangat lama. Jika sudah begitu, plastik akan mengalami fragmentasi dan pengecilan ukuran. Plastik-plastik tersebut akan berubah menjadi mikroplastik, yakni plastik yang memiliki ukuran kurang dari 5 mikrometer. Mikroplastik yang juga disebabkan oleh tekanan fisik air laut pun akhirnya dimakan ikan.

Ironisnya, mikroplastik pun bisa kembali ke manusia-ketika manusia mengkonsumsi ikan yang terpapar limbah mikroplastik. Jika sudah masuk ke dalam tubuh, ia tertahan di dalam organ dan akan sulit diekskresikan. Akibatnya, kerja organ tubuh menjadi terganggu. Inilah bahaya sesungguhnya dari sebuah plastik.

Jelas sudah, kehidupan manusia memang sangat bergantung pada alam dan lingkungannya. Begitupun dengan alam, keutuhannya bergantung pada bijak dan tidaknya manusia saat mengelolanya. Maka, menjaga alam seharusnya menjadi kebutuhan manusia. Menerapkan kebiasaan baik dan gaya hidup “hijau” yang ramah lingkungan, adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan.

 

Lakukan Kebiasaan Baik

Kita semua sadar bahwa persoalan plastik bukanlah hal yang sepele. Kita pun tahu bahwa sejak produksi hingga tahap pembuangannya, plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer yang menyumbang terjadinya pemanasan global. Ditambah persoalan mikroplastik yang membahayakan tubuh. Akibatnya tak hanya pada manusia, plastik bekas yang tidak dikelola pun berdampak pada makhluk Tuhan lainnya, si Paus Sperma contoh nyatanya.

Ini semua berawal dari salahnya cara pandang kita terhadap plastik. Padahal, jika kita berbicara tentang plastik, maka kita sedang membicarakan tentang material polimerisasi sintetik yang bersifat tahan air, mudah terbakar, ringan dan tidak dapat terurai. Plastik bukanlah sampah, karena sampah adalah barang yang tidak berguna, tidak bernilai dan tidak bisa digunakan kembali. Berbeda dengan plastik, ia sangat bisa dimanfaatkan kembali menjadi barang-barang yang berguna untuk hidup kita.

Penggunaan plastik sendiri sepertinya memang tidak dapat dihindari, mengingat perannya yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama pengemasan. Namun sejatinya, kita sangat bisa melakukan kebiasaan baik untuk menghambat laju plastik agar tidak membumbung memenuhi bumi. Begini caranya:

Infografis Oleh Penulis

 

Jika dibakar, plastik akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara dan membahayakan pernafasan manusia. Jika ditimbun di dalam tanah, plastik akan mencemari tanah dan air yang mengalir di dalamnya…maka mengelolanya menjadi sesuatu yang lebih berguna adalah solusi terbaik.

Solusi itu bernama Ecobrick.

 

Ecobrick

 

Ecobrick yang saya buat berdasarkan warna plastik. Dok. Pribadi

 

Ecobrick adalah solusi pengelolaan plastik yang diprakarsai oleh Russell Maier dan Ani Himawati. Plastik-plastik tersebut dipadatkan dalam sebuah botol plastik hingga memenuhi berat minimum yang sudah ditentukan. Nantinya botol-botol tersebut dijadikan kursi, dekorasi, bahkan bahan sebuah konstruksi bangunan.

Sebelum memulai gerakan ecobrick di Indonesia, Russell Maier telah terlebih dahulu memperkenalkan ecobrick kepada masyarakat Filipina. Awalnya, seniman Kanada itu memulai ecobrick di salah satu sekolah. Hingga suatu hari para guru dan orang tua murid berdecak kagum karena untuk membuat ecobrick, anak-anak di sekolah tersebut memungut plastik-plastik yang berserakan di jalan sehingga membuat jalanan menjadi bersih. Dari satu sekolah, Russell kemudian berhasil memviralkan gerakan ecobrick ke 12 sekolah, 263 sekolah, 2.000 sekolah, hingga akhirnya mencapai 10.000 sekolah setelah Departemen Pendidikan Filipina mengadopsi ecobrick sebagai praktik formal di sekolah.

 

Russell Maier bersama anak-anak Filipina membangun taman menggunakan ecobrick. Sumber: russs.net

 

Di Indonesia sendiri, Russell berkolaborasi dengan istrinya Ani Himawati dalam menggaungkan gerakan ecobrick. Gaung ecobrick mulai terdengar sejak diselenggarakannya Ecobrick Convergence dan Pameran Kolaborasi di Sangkring Art Space pada 4-14 Januari 2017 yang merupakan bagian dari kampanye zero waste. Ecobrick di Indonesia pun semakin terdengar saat Yogyakarta dinobatkan sebagai kota pertama di Indonesia yang mencanangkan gerakan ecobrick (Juni 2016).

 

Ecobrick digunakan sebagai panggung dan deskorasi. Sumber: allevents.in

 

Kenapa Ecobrick?

Praktik reduce reuse recycle replace and repair yang diterapkan sebagai gaya hidup go green sudah banyak diterapkan oleh banyak orang. Ada yang setiap bepergian membawa botol minum sendiri, menggunakan kembali baju lamanya setelah dimodifikasi, membuat tikar dari kemasan plastik bekas, juga ada yang berkali-kali membetulkan barang-barang rusak agar bisa dipakai kembali.

Dan kini, muncul solusi baru yang patut disebarkan dan diimplementasikan, yakni merawat dan mengumpulkan plastik-plastik yang telah digunakan untuk dibuat sebagai batu bata ramah lingkungan, atau ecobrick.

Ecobrick digunakan sebagai tangga. Sumber: goodnewsfromindonesia.id

 

Lalu kenapa ecobrick?

1. Ecobrick bisa dilakukan siapapun karena tidak membutuhkan skill apapun untuk membuatnya.
2. Ecobrick bisa dilakukan dimanapun karena material utamanya yakni plastik, tersebar di belahan bumi manapun.
3. Murah, karena hanya perlu membeli lem silikon seharga 25.000-an yang mampu mengelem puluhan ecobrick jika ingin dibuat sebagai module. Sisanya, semua bahan yang dibutuhkan adalah gratis.
4. Proses pembuatannya tidak bergantung pada mesin. Cukup sediakan botol plastik, plastik bekas dan stik kayu/bambu, ecobrick sudah dapat diciptakan.
5. Ecobrick secara tidak langsung telah menerapkan pendidikan kesadaran merawat dan bertanggung jawab atas plastik yang telah digunakan. Tidak membiarkannya terbuang dan berserakan, lewat ecobrick justru plastik harus dirawat agar tetap kering, bersih, tidak rusak dan terkumpul banyak.
6. Menyelamatkan banyak plastik bekas yang terbuang, karena untuk membuat 1 ecobrick dalam botol berukuran 600 ml saja dibutuhkan 2500 kemasan mie instant yang dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan kemudian dipadatkan.
7. Ecobrick adalah kegiatan memanfaatkan sifat plastik yang persisten dan tahan lama, sebagai sesuatu yang bisa kita gunakan.

Karena dampak yang diberikan terhadap lingkungan sangatlah besar, maka banyak pihak, baik individu, instansi maupun perusahaan, mengadopsi dan menyebarkan gerakan ecobrick ini. PT Marimas Putera Kencana misalnya, perusahaan ini menjadi garda terdepan yang bergerak paling aktif menggaungkan ecobrick di Indonesia.

 

Marimas Ecobrick

 

Dok. Pribadi

Siapa yang tak kenal Marimas? Minuman rasa jeruk segar yang sudah ada sejak tahun 1995 ini memang sangat digemari oleh semua kalangan. Terbukti hingga usianya yang ke 23, kini marimas sudah mengembangkan 24 rasa baru.

Menariknya, Marimas adalah perusahaan makanan dan minuman yang konsisten memberikan perhatian penuh terhadap lingkungan. Bahkan sejak lama sudah menerapkan program ‘Tukar Bungkus Kosong kepada Pedagang Marimas’ dengan tujuan untuk mengurangi sampah kemasan Marimas yang dibuang begitu saja oleh pedagang maupun konsumen. Bungkus-bungkus tersebut dikembalikan ke pabrik untuk dikelola melalui bank-bank sampah mitra Marimas menjadi kreasi daur ulang.

Terinspirasi oleh Russell Maier dan Ani Himawati, di akhir tahun 2017 Marimas memulai Training of Trainer (ToT) pelatihan membuat Ecobrick, yang kini dikenal dengan sebutan Marimas Ecobrick.

Bersama Founder Global Ecobricks Alliance yaitu Russell dan Ani, Marimas berhasil mencetak 43 Trainer Marimas Ecobrick bersertifikat GEA di Kota Semarang. Kegiatan pelatihan dan sosialisasi pembuatan marimas ecobrick ini pun aktif dilaksanakan secara gratis pada sabtu terakhir di setiap bulannya. Tak jarang Marimas pun mengadakan pelatihan Marimas Ecobrick bersama instansi dan komunitas peduli lingkungan lainnya di luar jadwal reguler.

Pelatihan marimas ecobrick yang diselenggarakan secara serius dan konsisten ini seluruhnya didukung penuh oleh PT Marimas Putera Kencana.
Hanya dengan mendaftar via WhatsApp di nomor 081931943765 dengan format ketik : ECOBRICKS # NAMA # INSTANSI # BULAN PELATIHAN, nantinya peserta pelatihan marimas ecobrick tak hanya mendapatkan ilmu baru soal pengelolaan plastik, namun juga mendapatkan fasilitas yang lengkap dan gratis. Fasilitas yang diberikan dalam pelatihan marimas ecobrick tersebut adalah pelatihan membuat ecobrick secara lengkap, minum dan makan siang, sertifikat, tempat pelatihan di Ruang Nanas Kantor Marimas-Semarang, juga para trainer yang sudah bersertifikat GEA.

 

Kegiatan pelatihan Marimas Ecobrick. Sumber: Instagram marimas.id

 

Selain mengadakan pelatihan, keseriusan marimas terhadap gerakan ecobrick ini diwujudkan dengan program 100 ecobricks dapat 1 laptop khusus untuk sekolah-sekolah.

Dari marimas pula saya mulai mengenal ecobrick. Lewat instagram dan website marimas ecobricks, saya mulai mengumpulkan informasi-informasi tentang marimas ecobrick lebih dalam. Mempelajari lebih lanjut bagaimana cara membuatnya, sejarahnya, hingga nantinya marimas ecobrick tersebut bisa dimanfaatkan untuk apa.

Berniat sepenuh hati untuk mulai membuat marimas ecobrick, saya pun mendaftar sebagai anggota gerakan ecobrick dalam website ecobricks.org. Hanya dengan menginput data diri dan email, setelah mendaftar-nantinya kita dengan bebas dapat mengakses ebook panduan membuat ecobrick, pengantar membangun dengan ecobrick, juga modul tentang perjalanan plastik dan dampaknya bagi kehidupan manusia. Selain itu, tersedia pula aplikasi GoBrik yang digunakan untuk menyatukan komunitas ecobrick dan merekam jumlah ecobrick yang telah dibuat.

Di website marimas ecobricks sendiri, kita bisa menemukan video tutorial cara membuat ecobrick dengan sangat jelas. Mulai dari apa saja alat yang dibutuhkan, hingga aturan-aturan pembuatan marimas ecobrick yang harus terpenuhi. Misalnya plastik yang digunakan harus bersih, stik yang digunakan bukanlah besi melainkan kayu atau bambu, dan berat ecobrick harus memenuhi standar berat minimum yang sudah ditentukan sesuai ukuran botol.

Karena nantinya Ecobrick akan menjadi kebiasaan jangka panjang, maka memulainya dengan benar sejak kini adalah sebuah keharusan. Berikut alat dan bahan membuat ecobrick:
1. Botol Plastik dengan merk dan ukuran yang sama.
2. Plastik bekas yang bersih dan kering. Tidak kertas dan tidak sampah organik yang mudah terurai.
3. Stik kayu atau bambu.
4. Timbangan.

Jika sudah berbentuk ecobrick atau batu bata, maka menjadikannya sebagai bahan bangunan untuk pagar atau tembok rumah adalah solusi terbaik memanfaatkan plastik. Karena selain hemat, kita pun banyak menyelamatkan plastik-plastik bekas agar tidak terbuang dan meracuni bumi.

 

Sumber: spot.ph

 

Jika tidak memiliki keterampilan membuat konstruksi bangunan seperti saya, maka kita bisa membuatnya menjadi kursi, meja, dekorasi atau apapun tergantung kreatifitas masing-masing.

 

Dok. Pribadi

 

Berikut video saya membuat ecobrick dan menjadikannya sebagai kursi kecil untuk buah hati tercinta. Karena saya sudah memulai kebiasaan baik dalam menggunakan plastik seperti dalam infografis di atas, maka plastik yang saya hasilkan tidak terlalu banyak. Oleh karena itu saya mengajak tetangga-tetangga untuk mengumpulkan plastik yang telah digunakan ke kantong kresek yang sudah saya berikan satu bulan sebelumnya. Tak hanya sekedar meminta plastik bekas, saya pun ikut mengenalkan gerakan ecobrick kepada mereka.

 

Yuk, Mulai Ecobrickan!

Jika plastik-plastik bekas hanya dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Dari rumah kemudian ke penampungan, atau dibuang ke sungai, dari sungai berakhir di lautan. Maka bukan tidak mungkin jika nantinya bumi yang kita pijak ini akan dipenuh plastik.

Sama halnya dengan membakar plastik bekas. Kebiasaan yang sudah mengurat nadi ini seharusnya berhenti sampai di kita saja. Karena secara terang-terangan, membakar plastik berarti menyumbang emisi karbon ke udara yang sebagian asapnya dihirup makhluk hidup, sebagian lagi mengepul ke langit, turun menjadi hujan, airnya membasahi sawah-sawah dan kebun, kemudian hasil pangannya dimakan kembali oleh makhluk hidup.

Padahal, jika kita mampu memandang plastik bekas sebagai material berharga yang bisa dimanfaatkan kembali (bukan sebagai sampah) maka kita senantiasa akan merawat plastik-plastik tersebut dengan baik dan menjadikannya sesuatu yang lebih bermanfaat, ecobrick misalnya.

Karena membuatnya sangatlah mudah. Maka siapapun orangnya dan dimanapun asalnya pasti bisa membuat ecobrick.

Saya seorang ibu rumah tangga dua anak yang baru saja melahirkan anak kedua di bulan Oktober 2018. Walaupun begitu, membuat ecobrick bisa saya lakukan kapan saja. Tak ada waktu khusus yang saya luangkan untuk sekedar memasukan beberapa lembar plastik ke dalam sebuah botol. Misalnya, setelah memimun Marimas, saya selalu membersihkan bagian dalam kemasannya dengan lap, kemudian langsung memasukannya ke dalam botol dan memadatkannya. Biasanya saya susun botol berdasarkan warna plastik pengisinya. Jika Marimas rasa jeruk, karena berwarna kuning, saya satukan dengan plastik-plastik lain yang juga berwarna kuning.

Semudah itu, semenyenangkan itu! Yang penting ada kemauan untuk memulainya, dan konsistensi saat menjalaninya. Untuk bumi yang lebih baik, kenapa tidak?!

 

Dok. Pribadi

 

Saya sudah menjadi ECOBRICKER, kamu kapan?

 

Sumber:

https://marimas.com/ecobricks

https://www.ecobricks.org/

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46284830

https://www.liputan6.com/health/read/2443360/fakta-fakta-polusi-kantong-plastik