Tentang Smong, dongeng yang menyelamatkan banyak nyawa.

 

Anga linon ne mali (jika gempanya kuat) Uek suruik sahuli (disusul air yang surut) Maheya mihawali (segeralah cari tempat) Fano me senga tenggi (tempat kalian yang tinggi)

Ede smong kahanne (Itulah smong namanya) Turiang da nenekta (Sejarah nenek moyang kita) Miredem teher ere (Ingatlah ini betul-betul) Pesan dan navi da (Pesan dan nasihatnya).

Begitu kata Kakek, ayah mertua saya, saat melantunkan syair Smong pada Una di malam keempat kami di Aceh.

Saat itu mati lampu dan hujan turun gemericik dengan syahdunya. Kakek bercerita di antara sinar lilin yang temaram…tentang Smong, sebuah dongeng yang Kakek ketahui sejak dirinya masih kanak-kanak. Smong adalah syair yang berkisah tentang tanda-tanda datangnya tsunami yang pernah terjadi di Simeulue pada tahun 1833 dan 1907 silam. Berkat cerita Smong, 78 ribu warga Simeulue dapat menyelamatkan diri dari bencana tsunami yang meluluh lantahkan Aceh pada tahun 2004. Ribuan rumah rata dengan tanah, tetapi warga Siemeulue yang meninggal hanya enam orang.

Dongeng itu pula yang mengantarkan Kakek, Nenek juga termasuk Paman, Bibi dan Ayahnya Una berlarian ke arah bukit saat tsunami 16 tahun lalu menerjang desanya. Keluarga suami saya memang tidak tinggal di Pulau Simeulue, namun karena ayah mertua adalah penari seudati maka ia sangat familiar dengan Nandong Smong sejak kecil. Saat merasakan gempa dan melihat air surut di lepas pantai, Ayah mertua berlari mengajak keluarga dan sanak saudara untuk bergegas ke arah bukit. Alhamdulillah, keluarga suami sampai di bukit sesaat sebelum hantaman ombak tinggi meratakan rumahnya di pesisir pantai Lhoknga.

Smong adalah satu dari banyaknya budaya tutur yang terekam sempurna di dalam ingatan pendengarnya. Melalui kakek nenek dan orang tua, nasihat dalam dongeng smong terus disampaikan dan menjadi bekal berharga bagi keturunannya. Smong mampu menggerakkan ribuan pasang kaki berlarian ke gunung saat Tsunami akan menyapa, maka tak heran jika dongeng ini pun diakui dunia internasional sebagai cerita mitigasi bencana dalam International Journal of Disaster Risk Reduction.

Jika Smong saja mampu menyelamatkan banyak nyawa, saya yakin ribuan dongeng lainnya pun secara ajaib mampu menghibur, mendidik, menanamkan moral, membentuk karakter, menerbangkan mimpi… juga lebih jauh lagi menyelamatkan bangsa kita agar bisa mencetak generasi yang lebih baik lagi.

Ede smong kahanne (itulah smong namanya) Turiang da nenekta (sejarah nenek moyang kita) Miredem teher ere (ingatlah ini semua) Pesan navi-navi da (pesan dan nasihatnya)

Dongeng Dari Rumah

Sejak dulu kala, Nusantara memang sudah kaya dengan dongeng. Masyarakatnya pandai meramu dongeng menjadi imajinasi kolektif yang dituturkan secara turun temurun, bahkan juga divisualisasikan dalam bentuk lukisan gua. Tak ada alasan bagi saya untuk tidak meneruskan budaya baik ini. Selain banyak sekali manfaat dari mendongeng seperti: hikmah mendongeng dapat membentuk budi pekerti, menjalin kedekatan anak dan orang tua, membangun minat baca, melesatkan imajinasi, juga sebagai medium edukasi untuk menambah wawasan anak…dongeng pun menjadi salah satu jalan pemenuhan hak anak. Ketika salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan, maka salah satu cara paling sederhana dalam memberikan pendidikan di rumah adalah dengan mendongeng. Lewat mendongeng, anak diajak bicara, belajar bercerita, juga berimajinasi.

Saya sendiri adalah penikmat dongeng. Sejak kecil, saya selalu mendengarkan dongeng-dongeng Pak Raden dan dongeng sunda yang kakek saya ceritakan, “Sakadang Kuya Jeung Sakadang Monyet Ngala Cabe” adalah judul dongeng yang masih terngiang-ngiang dalam ingatan saya hingga saat ini. Segala pesan kebaikan di dalamnya, baik tentang kejujuran, empati, tenggang rasa, terekam baik dalam memori saya.

Ketertarikan pada dongeng pun coba saya tularkan pada anak-anak, khususnya Una, anak pertama saya. Una sudah saya perdengengarkan dongeng bahkan sejak dirinya masih di dalam kandungan. Aneh? Tentu saja tidak! Karena organ janin yang pertama kali berfungsi dengan baik adalah telinga. Otak janin pun mulai terbentuk sejak dalam kandungan, maka membacakannya dongeng saat di dalam kandungan akan menjadi bagian dari pembentukan otaknya.

Dari kiri ke kanan: Una di dalam kandungan, Una saat dibacakan dongeng bergambar

Sejak kecil, Una sangat menyukai dongeng atau cerita bergambar. Matanya lincah menangkap gambar warna-warni yang ada di hadapannya. Tangan mungilnya menunjuk -nunjuk pada gambar yang ingin ia ketahui namanya. Saat membaca dongeng, tak jarang kami tertawa bersama hingga terpingkal-pingkal. Ya, selalu ada perasaan sukacita yang hadir memenuhi ruang hati setiap saya membacakan dongeng. Jika Una menyukai salah satu judulnya, maka dalam sehari bisa tiga hingga lima kali saya mengulang-ulang ceritanya.

Usia Una kini sudah empat tahun. Ketertarikannya pada dongeng semakin tinggi, minat bacanya pun berkembang semakin pesat. Ditambah lagi selama pandemi harus lebih banyak di rumah saja, maka kegiatan mendongeng menjadi kebiasaan yang semakin sering kami lakukan di rumah. Mau tak mau kami harus lebih kreatif lagi dalam mendongeng, agar anak-anak tidak merasa bosan. Berikut saya share beberapa hal yang saya lakukan agar mendongeng di rumah terasa menyenangkan.

Sampaikan cerita yang kita sukai dan kita kuasai

Bagaimana kita akan membuat dongeng itu menjadi menyenangkan jika cerita yang akan kita sampaikan saja tidak kita sukai?  Ketahuilah, apa-apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati juga, maka sukai dan cintailah ceritanya sebelum membacakannya pada anak. Selain itu, bacalah terlebih dahulu cerita yang akan disampaikan. Anggap saja kita adalah lembaga sensor yang akan menyaring cerita-cerita sebelum sampai di telinga anak.

 

Awali dengan senyuman dan pandangan hangat

First impression itu penting, maka bangunlah suasana gembira dengan senyuman dan pandangan yang hangat sebelum mengawali dongeng. Selain itu, kita pun bisa memulainya dengan nyanyian, tebak-tebakan ataupun sulap untuk menangkap atensi anak.

 

Ekspresi semaksimal mungkin

Mendongeng dengan suara datar dan muka malas tanpa ekspresi? Oh big no! Bisa jadi anak-anak juga malas mendengarnya. Kekuatan mendongeng itu terletak pada ekspresi. Misalnya saat menceritakan si kucing yang sedang berlari ketakutan, maka ekspresi wajah kita seharusnya menggambarkan betapa takutnya si kucing yang akan tertangkap. Gunakan mimik-mimik lucu yang mengundang tawa. Namun tetap lakukan secara wajar ya, jangan sampai berlebihan.

 

Kiri: Ibu mendongeng pada Una. Kanan: Una mendongeng pada adik.

Gunakan intonasi

Gunakan intonasi sesuai karakter tokoh dalam dongeng agar terasa lebih hidup. Tinggi rendahnya intonasi ini akan membuat perhatian anak-anak tertuju pada kita, maka maksimalkanlah.

 

Buat gerakan yg melibatkan interaksi

Buatlah gerakan yang sesuai dengan dongeng yang diceritakan. Misalnya saat menceritakan kucing yang sedang menerkam tikus, maka buatlah gerakan seperti menerkam dengan tangan kita, dan biarkan anak menirunya.

 

Manfaatkan berbagai media: jari, bayangan, boneka, gambar.

Media saat mendongeng sangat membantu dalam menumbuhkan imajinasi anak. Gunakan media yang paling sederhana saja, jari kita misalnya. Media lain yang bisa digunakan biasanya buku, bayangan, boneka, juga gambar. Saya sendiri lebih sering menggunakan gambar sebagai medianya,  karena memang paling diminati oleh anak-anak saya. Untuk hal ini, saya tak pernah kehabisan cerita, ada banyak sekali cerita bergambar di Let’s read yang bisa diakses dengan mudah. Nah kita kenalan yuk dengan Let’s Read!

Membaca Dongeng Makin Seru dengan Aplikasi Let’s Read!

Di dunia yang serba digital seperti sekarang ini, sekelebat keresahan pernah menggelayuti pikiran saya, “bagaimana ya nasib dongeng? apakah nantinya akan punah?”. Hingga akhirnya saya menemukan aplikasi Let’s Read, membacakannya pada anak-anak dan merasakan manfaatnya. Seketika itu saya sadar bahwa keresahan saya sedikit tidak beralasan. Justru di era digital lah dongeng dengan mudah dapat bertransformasi. Ia menjadi mudah disebarkan, juga mudah menemukan pembaca, pendengar juga penyimaknya.

Berawal saat Una merasa bosan karena hampir semua buku cerita yang ada di rumah sudah dilahapnya. Ia merengek minta dibacakan cerita bergambar yang baru. Beruntung saat itu saya tergabung dalam komunitas Read Aloud dimana ada salah seorang anggotanya merekomendasikan aplikasi Let’s Read kepada saya.

Let’s Read! adalah perpustakaan digital yang berisi ragam buku cerita bergambar untuk anak. Let’s read ini bisa diakses melalui browser di www.letsreadasia.org atau lebih praktis lagi dengan mengunduh aplikasinya di playstore. Aplikasinya free ya buibu, alias gratis tis tis. Seneng kan?!!

Diprakarsai oleh Books for Asia, yakni program literasi yang telah berlangsung sejak 1954, Let’s Read membawa misi mulia, yakni membudayakan kegemaran membaca pada anak Indonesia sejak dini. Melalui misi mulianya, pada Desember 2017 Let’s Read pun menerima penghargaan dari U.S. Library of Congress Literacy Awards atas inovasi dalam promosi literasi yang dikembangkannya.

Sebagai pengguna setia aplikasi Let’s Read, tentu saya merasa beruntung mengetahui adanya laboratorium buku digital sebagus ini. Untuk itu saya tak akan pelit berbagi kepada anda semua tentang kebahagiaan ini. Berikut Review pribadi saya mengenai aplikasi Let’s Read Indonesia.

Terdapat Ratusan Cerita Bergambar

Membaca menjadi lebih seru karena terdapat ragam cerita bergambar hasil pengembangan cerita rakyat yang kaya akan kearifan lokal. Tak hanya cerita dari Indonesia, namun juga dari berbagai negara di dunia.

Gratis

Bisa diakses melalui browser di https://reader.letsreadasia.org/ maupun melalui aplikasi Let’s Read yang dapat diunduh secara gratis di playstore. Kini ratusan buku ada dalam genggaman. Bisa didownload pula dalam bentuk pdf dan epub via browser.

 

Bisa Dibaca Tanpa Koneksi Internet

Buku yang akan dibaca tanpa koneksi internet, sebelumnya dapat didownload terlebih dahulu. Selanjutnya anak dengan bebas berselancar menyelami cerita tanpa gelisah memikirkan paket data 🙂

Pengaturan Font dan Gambar

Semakin menyenangkan karena ukuran font dan gambar dapat diatur besar kecilnya, disesuaikan dengan nyaman tidaknya anak saat membaca.

Banyak Pilihan Bahasa

Terdapat cerita terjemahan dari berbagai daerah di pelosok negeri yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa nasional atau bahasa ibu.

Cerita bisa ditampilkan dalam berbagai bahasa, diantaranya Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Mandarin, Bahasa Korea, Bahasa Thailand dan masih banyak lagi.

Ilustrasi Menarik

Ilustrasi atau gambar adalah media yang turut mengembangkan imajinasi anak. Membaca sambil melihat gambar-gambar yang menarik akan membuat dongeng lebih hiidup, dan anak-anak menjadi lebih mudah memahami isi ceritanya.

Terdapat Level/Tingkat Kemudahan Membaca

Tingkatan/level kemudahan membaca ini memudahkan anak untuk memilih cerita sesuai dengan kemampuannya. Terdiri dari Buku pertamaku dan level 1 hingga 5. Una sendiri karena baru bisa membaca, ia lebih sering memilih buku di level 1 atau 2. Aplikasi Let’s Read pun memiliki 15 pilihan kategori bacaan, diantaranya Superhero, Folktales, Community, Critical Thinking, Science, Problem Solving, Non-fiction, Nature, Mighty Girls, Health, Adventure, Animals, Arts and MusicFunny,  dan Family & Friendship.

 

Panjang umur kebaikan untuk The Asia Foundation dan juga komunitas literasi yang sudah memperjuangkan literasi melalui aplikasi Let’s Read! Kini setiap anak “bisa membaca buku”.  Una dan Nunu pun bisa menjelajah dunia lewat aplikasi Let’s Read tanpa harus ke luar rumah. Satu hal yang juga penting yakni terasa lebih efisien karena ketika bepergian tak perlu lagi membawa buku-buku fisik yang berat, cukup membawa handphone atau tablet saja.

 

Dongeng:

Pintu Masuk Untuk Mengenalkan Dunia Literasi

“Anak itu nggak butuh hal-hal yang kompleks untuk membuat dirinya senang. Mereka happy cuma karena hal yang sepele. Nah, mendongeng bisa jadi salah satunya,” 

Cut Mini – Aktris

Murah dan mudah membuat anak-anak saya bahagia, cukup bacakan mereka dongeng dengan sepenuh hati, kemudian tenggelamlah bersama dongeng itu. Kegiatan mendongeng pun menjadi lebih hidup ketika ada gambar warna-warni yang bisa mereka kaitkan dengan ceritanya. Cerita bergambar mampu memantik imajinasi anak-anak melesat ke negeri dongeng yang sedang mereka kunjungi. Einstein bahkan pernah menyebutkan bahwa imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Mengapa penting? karena imajinasi tak ada batasnya, seluas bumi dan langit. Tak ada yang bisa membatasi imajinasi.

“Dongeng adalah ibunya imajinasi” kata Gaudensius Suhardi. Saking pentingnya, Mas Menteri Nadiem Makarim bahkan pernah dengan serius mengajak orang tua meluangkan waktunya untuk membacakan dongeng.

“Jadi, mohon kepada orangtua untuk membacakan dongeng kepada anak-anak. Mohon dilakukan setiap malam kepada anak. Tak hanya ibunya, bapaknya juga harus ikutan berpartisipasi,” ujar Menteri Pendidikan Nadiem Makarim saat memberikan sambutan pada acara Hari Mendongeng Nasional di Jakarta, Selasa (26/11).

Sepenting itu pula kebiasaan mendongeng saya jadikan tradisi dalam keluarga. Bukan sekedar agar pandai menulis dan membaca, jauh dari itu…karena literasi sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Latin ‘literatus’ yang artinya adalah “orang yang belajar”. Maka lewat dongeng, ada segenggam harap yang saya titip pada anak-anak saya, agar mereka berproses dan belajar menyelami makna lebih dalam lewat membaca dan menulis.

Saat usia tiga tahun, Una sendiri yang meminta saya untuk mengajarinya membaca, katanya “Bu aku mau bisa baca! Biar bisa baca sendiri buku kesukaanku. Nanti gantian ibu yang dengerin Kakak Una dongeng” seketika hati saya menghangat. Sungguh saya tak sabar menanti masa-masa itu, masa di mana saya dan Una akan berbagi ulasan tentang buku yang sudah kami baca. Betapa serunya! Membayangkannya saja sudah membuat saya senyum-senyum sendiri hehe. Walaupun Una masih terbata-bata dalam membaca, tetapi saya merasakan semangatnya yang tinggi.

Tak ada yang memaksa Una untuk bisa membaca di usia dini. Dongenglah yang mempengaruhi minat bacanya. Cerita bergambarlah yang membangkitkan rasa penasarannya. Ketertarikannya dalam membaca tidak dimulai sejak sebulan yang lalu, apalagi sehari yang lalu. Prosesnya dimulai sejak saya membacakannya dongeng saat ia masih di kandung badan. Jika minat baca itu sudah tumbuh sejak dini, seperti Una, ia sendiri yang akan meminta diajari membaca. Saya berperan sebagai fasilitator saja.  So, jangan pernah memaksa anak agar bisa membaca di usia balita, tetapi buatlah mereka mencintai membaca. Stimulasi lah dengan membacakannya dongeng dan ciptakan habituasi membaca yang menyenangkan dengan mengenalkan mereka cerita-cerita bergambar yang seru. Membacakannya cerita bergambar di Let’s Read adalah rekomendasi terbaik dari saya.

Mau liat keseruan kami membaca salah satu cerita bergambar di Let’s Read? saksikan videonya di bawah ini ya!

Dongeng pun sejatinya memberikan kemudahan kepada anak dalam mempelajari bahasa sebagai media komunikasi untuk menuangkan ide-ide kreatif mereka. Melalui dongeng pula, anak mengumpulkan satu persatu kosa kata baru yang tidak ia temukan dalam percakapan sehari-hari, seperti raksasa, monster, putri, nektar, dan menyusunnya menjadi satu kesatuan yang utuh. Kadang untuk mengasahnya dalam bercerita, diakhir mendongeng biasanya saya meminta Una untuk menceritakan kembali bagaimana kisah dongeng yang baru saja didengarnya. Ajaibnya, dari mendongeng…anak-anak mampu secara logis memahami bagaimana kata-kata disusun dengan benar, juga bagaimana makna cerita bisa dipetik sesuai versinya. Misalnya saat saya membacakan judul cerita “Belalai Tiwi” di Let’s Read, Una menyimpulkan cerita dengan bahasanya “kalau punya belalai panjang itu jangan usilin temen-temen ya bu? dipake siram bunga aja..” Setidaknya ia sudah bisa menarik benang merah ceritanya.

Bagi saya, dongeng pun bukan sekedar karya sastra, namun juga tentang bahasa hati yang disampaikan tanpa menggurui. Maksudnya begini, ketika anak-anak saya tidak menurut padahal sudah berkali-kali diberi tahu, daripada saya emosi…saya lebih memilih membacakan mereka dongeng dengan sepenuh hati dan menyisipkan nilai-nilai yang bisa mereka pelajari.

Selain Belalai Tiwi dan Sembilan Semut Hitam, berikut judul cerita Let’s Read yang berhasil membuat Una memulai kebiasaan baik.

Lebah Bermata Besar

Iem Tithseiha

Sophy adalah seekor lebah yang sangat pintar. Dia bisa terbang cepat dan mengumpulkan nektar dengan gesit, tetapi tidak akur dengan lebah-lebah lain. Suatu hari, Sophy terbang jauh dari kawanannya untuk mencari bunga ungu misterius di pucuk pohon dan tiba-tiba menemukan bahaya. Ketika seekor kunang-kunang dan lebah-lebah lain datang menyelamatkannya, dia menyadari nilai persahabatan.

 

Lewat cerita ini, Una memahami bahwa nektar dalam bunga adalah makanannya lebah, maka jika ia memetik bunga lagi…lalu Sophy nantinya makan apa dong? Ia pun secara logis menyimpulkan bahwa “aku gak boleh petik bunga lagi, biar Sophy bisa makan”

Bintang Kedelapan

Ina Inong

Eva dan Bintang Kedelapan bersahabat. Namun, Bintang Kedelapan sedih. Dia berbeda dengan ketujuh saudaranya. Tubuhnya kecil dan sinarnya redup. Hingga suatu hari, adik Eva sakit. Apa, ya, yang dilakukan Bintang Kedelapan kepada adik Eva? Lalu, mengapa sinarnya menjadi terang?

Dongeng ini bercerita tentang serorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. Alhamdulillah Cerita ini berhasil membuat Una semakin menyayangi Nunu. Una menjadi lebih banyak mengalah, berusaha tidak merebut mainan dan menjadi sangat peduli kepada adiknya. “Aku mau kaya Eva Bu, sayang sama adiknya.” Ujar Una

Kumpulan Awan Sampah

Karanjeet Kaur 

Sekumpulan awan sampah menggantung di atas kepala Cheekoo, membuatnya menjadi gadis paling tidak bahagia di dunia. Baca cerita yang luar biasa ini untuk mengetahui cara Cheekoo menghilangkan awan sampah yang mengerikan ini.

“Jangan buang sampah sembarang, nanti di atas kepalanya ada awan sampah loh kaya Cheekoo” Kata Una pada temannya yang dengan sengaja membuang kemasan susu kotak ke jalan. Saya hanya tersenyum saja, karena ingat betul bahwa cerita awan sampah Cheeko baru-baru ini ia baca. Ajaibnya lagi, Una pun dengan sukarela ikut membantu ibu memilah sampah rumah tangga utnuk di kirimkan ke pabrik daur ulang sampah. “Kalo sampah-sampahnya dikumpulin gini kan jadinya desa kita bersih ya bu..” haha sampai kata “desa” dalam tulisannya pun ia ingat. 

Kebiasaan baik yang Una lakukan setelah mendengarkan dongeng.

Mendongeng adalah tradisi pengajaran tertua di dunia, melestarikannya sama seperti menyiram tanaman agar ia tetap tumbuh. Hidupkanlah dongeng dengan cerita-cerita bergambar yang anak-anak sukai. Buatlah imajinasi mereka menjadi terang benderang dengan membacakannya setiap hari secara menyenangkan. Kelak akan kita lihat betapa tingginya kepekaan sosial dan empati mereka karena terlatih mengenal tokoh-tokoh dalam dongeng itu sendiri. Selain itu, melalui dongeng pula hubungan orang tua dan anak akan semakin lekat.

Sahabat saya Rona Mentari yang juga seorang juru dongeng, pernah berkata “Pencerita terbaik untuk anak adalah orang tua mereka sendiri”. Maka, yuk mulai bercerita, mulai mendongeng!

Selamat menjelajah dunia dongeng dengan aplikasi Let’s Read!

Sumber:

https://www.letsreadasia.org/

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/148/1/012005

https://edukasi.kompas.com/read/2019/11/26/17591361/dongeng-anak-mendikbud-nadiem-melatih-imajinasi-dan-kreativitas

https://www.haibunda.com/parenting/20171128105002-61-9597/kata-cut-mini-tentang-pentingnya-mendongeng-untuk-anak

Infografis: Indah Riadiani

Video Indah Riadiani