Halo, apa kabar? kamu baik-baik aja kan? lama ga ketemu lewat tulisan ya.. terakhir 3 bulan lalu hehe
Saya apa kabar? Awalnya saya kurang baik, tapi sekarang (bersamaan dengan dipostingnya tulisan ini) alhamdulillah saya membaik.
Pandemi begitu mengusik. Usia saya yang menjelang 30 ini pun sangat mengusik. Pikiran saya dibuat sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan ‘kapan pandemi berakhir?’ ‘kapan ada vaksinnya?’ ‘kenapa orang-orang pada bandel melanggar protokol kesehatan?’ ‘kenapa DPR jahat banget sih?’ ‘Kenapa harus ada proyek jurassic park di Pulau Komodo sih?’ ‘Gusti, itu mensos zalim banget sama rakyatnya’ ‘umur 30 udah ngapain aja’ ‘udah centang resolusi apa aja selama ini?’ ‘apa yang harus saya lakukan?’ dan sebagainya dan sebagainya.
“Woman who think too much”
Ya, sepertinya predikat itu bisa disematkan kepada saya. Gara-gara overthinking, dada saya terasa sesak, 24 jam dalam sehari terasa menguap sia-sia karena memikirkan sesuatu yang entahlah seperti tak ditemukan juga solusinya, dan saya berjerawat juga insomnia parah karena ini.
Saya overthinking, terus-menerus berpikir secara berlebihan. Bahkan ketika mencoba untuk berhenti berpikir pun..saya tetap memikirkan bagaimana caranya agar bisa berhenti berpikir. Jika dianalogikan seperti mesin, mungkin otak saya ini sudah berasap, angus. Lagi nyuapin anak, tiba-tiba mikirin covid. Lagi mau tidur nih jam 9 malam..udah di atas kasur-udah mencoba merem juga..tapi ternyata sampai jam 3 subuh otak saya masih ngawang-ngawang. Seperti ada antrian masalah yang mendesak untuk dipikirkan, tapi samar, entah apa. Namun yang paling memalukan adalah ketika shalat..sampai lupa sudah rakaat berapa-karena “seperti kecolongan” tiba-tiba ada saja yang saya pikirkan.
KENAPA GINI SIH?? CAPE TAU!!!
Ya, lelah sendiri… tapi sepertinya dulu saya pernah begini juga.
Akhirnya saya melakukan ini untuk meringankan beban pikiran saya:
1. Tuangkan Masalah dalam Tulisan.
Menuangkan deretan masalah yang mengganggu pikiran ke dalam tulisan adalah upaya yang membuat beban sedikit berkurang. Setidaknya semua masalah itu sudah tumpah ke media yang baru, dan ini berhasil pada saya. Untuk kegalauan menjelang usia 30 misalnya, saya kembali menulis ulang mimpi-mimpi yang belum terwujud dan membuat deretan rencana realistis yang harus saya lakukan agar mmimpi tersebut bisa menjadi nyata. Agar lebih terencana dan sistematis saya pun menggunakan jurnal yang berisikan yearly, monthly bahkan weekly planner. Jadi saya bisa melihat sejauh mana saya berusaha, dan strategi apa yang harus saya perbaiki ketika mewujudkan rencana-rencana saya.
2. Perbaiki Ibadah.
Mungkin ini seharusnya ada di nomor satu, namun sesungguhnya “memperbaiki ibadah” ini sudah terlebih dahulu saya cantumkan di jurnal saya. So, apapun agamanya, silahkan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Saya sendiri sebagai seorang muslim berusaha memperbaiki shalat saya terlebih dahulu. Wudhunya, bacaan shalatnya, gerakannya, juga tingkat kekhusyuannya. Kenapa? karena saya pernah membaca tulisan “Perbaikilah shalatmu, agar Allah perbaiki hidupmu”. Namun selain shalat, jangan pula lupakan sedekah dan amal ibadah lainnya. Dimasa pandemi ini jarak memang memisahkan kita, namun sedekah akan mendekatkannya kembali. Bantulah tetangga dan orang-orang sekitar kita yang terdampak, niscaya hati akan lebih tenang dan damai. Kalau kata Adera dalam lagu Catatan Kecil “Bila ingin hidup damai di dunia, berbagilah bahagia yang tlah kau punya”.
3. Ceritakan Masalahmu.
Jangan simpan sendiri beban pikiranmu. Namun jangan pula salah tempat dalam bercerita. Prinsip saya, curhat masalah pribadi tentu tidak di sosial media, tidak pula pada sembarang orang. Yang paling aman memang pada orang terdekat, saya memilih suami, ibu dan sahabat terdekat, itu cukup buat saya 🙂
4. Membaca Buku.
Suami saya pernah bercerita, katanya beliau punya teman yang setiap kali terbentur masalah malah dengan sengaja membaca buku yang isinya berat. Alasannya simple, agar pikirannya teralihkan. Daripada pusing memikirkan sesuatu yang belum juga ditemukan solusinya, lebih baik alihkan dulu pikiran kita agar sejenak tenggelam pada cerita atau isi buku. Saya mencobanya, dan memilih buku-buku self improvement agar menambah insight baru. Alhamdulillah berhasil. Tak hanya membaca buku ternyata, overthinking saya pun mereda berkat nonton drakor (drama korea) Start Up hehehe… hidup #timdosan
5. Puasa Sosmed.
Sebenarnya ini yang paling berpengaruh pada hidup saya. Diam dan menjauh sejenak dari berisiknya dunia maya ternyata seru. Ga liat lagi orang yang pamer ina inu, ga liat lagi orang yang isi statusnya terus-terusan ngeluh itu bikin jiwaku nyaman. Dan yang paling penting, sejenak menjauh dari berita-berita menakutkan tentang apa yang saat ini terjadi. Cobain deh, 3 hari aja dulu, kalau nyaman lanjut seminggu. Saya sih keenakan sampai 3 bulan puasa sosmednya hehe.
6. Hidup Lebih Mindful.
Kalau saya sendiri bisa lebih mindful setelah puasa sosmed. Makan bener-bener makan (ga sambil liat hape), mandi pun dinikmatin setiap guyuran airnya, dan kebersamaan bareng anak-anak pun jadi lebih menyenangkan, karena semuanya dinikmati. Setelah itu dampaknya apa? jadi lebih banyak bersyukur daripada insecure, alhamdulillah.
7. Sebelum tidur, tuliskan kembali apa yang kamu pikirkan.
Dari ke 7 hal yang saya lakukan di atas, alhamdulillah kini kepala saya terasa lebih ringan, dada saya tak kembali sesak, bisa tidur nyenyak sebelum jam 10 malam tanpa insomnia, dan yang paling penting adalah jerawat saya berkurang. yeay Happy!!
Semoga tulisan ini ada manfaatnya ya… stay safe and stay healthy! kita bisa lewati pandemi ini. Semangaaat