Yang kedua sungguh berbeda.

Sejak masa kehamilan saja, banyak perbedaan yang saya alami. Misalnya, saat hamil Una (anak pertama), saya nyaris mengalami keputihan selama 3 bulan di trimester akhir, menderita infeksi saluran kemih berulang, mimisan, juga flek setiap kecapean. Tapi alhamdulillah, di kehamilan Nunu, saya tidak mengalami semua “tantangan” itu, PADAHAL kalau soal aktivitas – baik fisik maupun otak, justru lebih banyak dilakukan di kehamilan kedua. 

Jadi kesimpulannya, jangankan ibu A dan Ibu B, ibu yang hamil anak pertama dan kedua di rahim yang sama saja pengalaman kehamilannya pasti berbeda.

Masa kehamilan berjalan begitu penuh tantangan. Trimester pertama yang penuh perjuangan melawan mual muntah harus dijalani sambil mengasuh anak pertama yang sudah lancar berjalan. Artinya? Lebih ekstra mengejar, karena ngedip sebentar saja, anak sudah kabur hampir nyemplung di kolam ikan tetangga. Belum lagi harus masak, menyiapkan makanan untuk anak dan suami (tapi seringnya suami yang masakin), dan serentetan pekerjaan rumah tangga yang tiada akhir. Tapi karena semua dijalani dengan riang gembira syalalala, alhamdulillah bisa ko. Malah bisa bikin tulisan, infografis, sampai video-video sederhana, walaupun sedang mengandung sambil menggandeng anak. Plus nya lagi, jadi ada temen buat diajak senam hamil, yoga, ngemil sehat bareng dan tentunya jalan-jalan.

Intinya itu, sabar,  bahagia dan bekerjasama dengan suami. Untuk ibu hamil yang punya toddler di luar sana, kecup semangat dari saya!!

Dan untuk bapa yang menghamili si ibu, bantu ringankan beban mereka dengan ikut mengasuh atau “sekedar” memasak / mencuci / menyetrika / mengepel / menyapu lantai  (jadi ga sekedar lagi ya hahaha)

 

Cerita Melahirkan

Kamis, 11 Oktober 2018

18.30 

Saya kirim whatsapp ke suami 

Saya: “ayah dimana? Sudah sampai rumah?” 

Suami: “alhamdulillah udah di rumah bu, lagi potong rambut, kenapa?”

Saya: “kirain masih di jakarta, kalo masih di jakarta tadinya mau disuruh ke subang aja, feeling bakal lahiran malam ini atau besok pagi hehe”

Suami: “kabarin kalau memang harus kesana sekarang ya…”

 

19.00 

Shalat isya dan feeling makin kuat bakal lahiran, padahal perut masih tenang, belum ada kontraksi. Saya pun makan seperti biasa. 

 

19.30

Benar saja, si gelombang cinta hadir menyapa. Ah bukan menyapa, menampar ini mah…sangat tiba-tiba dan rasa mulasnya 2 kali lipat dari rasa kontraksi-kontraksi palsu sebelumnya. Tapi masih bisa dinikmati… langsung buka aplikasi contraction tracker, play lagu kuch kuch hota hai di joox dan mulai bergoyang. 

Ini pas joged-joged aslinya diketawain emak sama mama di rumah. Tapi ya bodo amat yaa hahahaha 

Suami pun berangkat dari bogor

 

20.00

Baru setengah jam si gelombang cinta alias kontraksi makin rapat..goyangan pun semakin yahud..

 

20.15 

Ku sudah tak sanggup bergoyang, hanya sanggup pegang tasbih sambil jalan-jalan mini sekitaran rumah. 

Kemudian mendapat pesan dari contraction tracker

Oke, saya lalu berseru pada tim (mama dan emak) untuk siap-siap pergi ke bidan. 

 

20.30

Pergi ke bidan bareng mama. Saya dibonceng Mang Jeje (sodara, sohib) dan mama dibonceng ojek. Semua berjalan dengan smooth, noiseless dan tanpa kepanikan ya..tetangga-tentangga juga ga pada tau kayanya. 

Pas nyampe, langsung periksa dalam. Saya sebenernya masih takut dibagian ini, VT (Vaginal Toucher / tousse) dilakukan dengan memasukan jari ke vagina lalu bidan akan mengukur sudah bukaan berapa kita. Teknik dan ilmunya pasti lebih rumit dari yang saya jelaskan ya.. untuk lebih detail bisa ditanyakan langsung ke bidan. 

Oke, hasil VT adalah, saya sudah bukaan 4. Wuooow pantesan.

Lanjut jalan-jalan di dalem rumah bu bidan. Karena sudah tidak memungkinkan jalan di luar ya, selain karena gelap gulita, juga malam jumat kliwon 😂

 

22.00 

Pemeriksaan dalam lagi, dan sudah bukaan 7. 

Asisten bidan, Teh Nissa yang baik hati dan juga sabar dengan tenangnya mempersilahkan saya untuk melanjutkan gerakan meliuk-liuk nempel di tembok ala saya. Tangan menempel di tembok, pantat nungging, goyang-goyang…naik atas bawah liuk-liuk seksi. (Padahal muka udah ga berbentuk lagi, dipaksain senyum juga ngerut lagi kaya jemuran kusut)

Mantap, saya sudah ga sanggup lagi untuk duduk apalagi rebahan, tapi kaki sungguh lemas, apalagi mata…ngantuk parah. Sementara perut rasanya dibor dari dalam. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata ya, rasanya jelas beda dengan kontraksi saat kelahiran Una. Sama-sama dahsyat sih, tapi ini dua kali lipat lebih dahsyat. Ah sudahlah nikmati saja..pikir saya. 

Kontraksi datangnya bisa semenit sekali selama kurang atau bisa sampai semenit…semakin rapat…

 

23.10

Pemeriksaan dalam lagi, BUKAAN SEMBILAN

Bu Bidan Ayu favoritku, orang tersabar sedunia mulai mempersilahkan saya untuk pindah ke kasur. Di kasur, bukannya rebahan, saya malah berdiri…ya Allah ko pengen ngeden ya. Jujur saya gatau caranya biar bisa ngeden gimana, tapi ini natural gitu pengen ngeden. Di atas kasur, saya setengah berdiri bertumpukan lutut, tangan nempel tembok, enaknya sih pegangan ke besi ya, tapi ga ada…(kayanya saya doang deh pasien Bu Ayu yang banyak gaya akrobatiknya).

Suami datang…

Saya menyerah karena nikmat si kontraksi sudah tak tertahankan. Ibu Ayu menyarankan saya tidur miring kiri. Tapi kalo ga mau juga ga apa-apa katanya. Saya akhirnya nurut tiduran miring kiri, baru beberapa detik langsung pengen ngeden. Saya minta maaf ke mama yang lagi asyik video in saya sambil pegangin tangan saya. Saya coba terlentang dan buka paha selebar-lebarnya…rasanya kaya pengen poop (maaf yaa ini adalah kejujuran) tapi poop yang amat sangat besar sekali….

Ngeden pertamaa….ALLAHU AKBAAAAAR….lemaas, gelap, sepi… saya juga gatau kenapa pengennya merem. Saya dengar Teh Nissa suruh saya buka mata. 

“Neng lagi neng itu liat rambutnya udah keliatan.. semangaat” kata mama

Saya jadi semangat dan buka mata. Sekilas saya pun liat muka suami saya, lah ko warnanya ijo ya…dia pasti terlalu menghayati.

Lanjut ngeden kedua….ALLAAAH….lanjut ngeden ketiga ALLAHU AAAAAAAAKBAAAAAAAAARRRR….

Dan semua bilang alhamdulillah……di Jam 23.40 WIB KAMIS 11 OKTOBER 2018. Bayi laki-laki dengan berat 2800 gram, tinggi 50 cm.

Dede pun menangis, eaaaaaaa kencang, tapi sebentar, ga sampe 10 detik. Dia langsung saya dekap. Saya biarkan dia mencari ASI nya sendiri. Sementara saya dijahit karena jahitan terdahulu bekas episiotomi terbuka lagi. Loh ko ga sakit ya dijahitnya? Dulu waktu Una malah lebih sakit pas dijahit daripada melahirkannya. Fix dulu ga dibius, yakin! 😭

 

Sangat Berbeda

Dari mulai hamil, kontraksi sampai melahirkan, rasanya sangat berbeda. Yang sama cuman di berat badan saya, sama-sama 54 kg (naik 9 Kg) dan dilahirkan tepat di minggu ke 39. Lama kontraksi beda satu jam, kalau Una 5 jam, Kalo Nunu 4 jam, keduanya sama-sama tak terlupakan.

Si dede memang kalem pas hamil, ga ririwit (ini bahasa sunda), tapi pas kontraksi sangaaat mantap dan dilahirkan dengan penuh perzuangan. Beda sama Una, kontraksi ga sebegitu dahsyat, melahirkan tanpa ngeden dan keluar bagaikan nutrijel, sampai saya nanya “laaah udah lahir?” Saking ga berasanya. 

Ah bagaimanapun, De Nunu, terimakasih ya sudah memberikan pengalaman melahirkan yang sangat berkesan pada ibu.

 

Terimaksih pula untuk tim sukses kelahiran Nunu kali ini…

Ketua Pelaksana : Mama

Ojek : Mang Jeje, Pak Mumu

Yang jagain Una : Emak

Yang menghibur Una : Didih (Indi)

Bidan : Ibu Nurjanah Usya (Ayu)

Asisten : Teh Nissa

Tukang Soto yang memberikanku rasa kenyang setelah melahirkan : Sebut Saja Pak Cecep

And the one and only, my lovely husband Bapak Rahmad Syalevi yang setia mendampingi, memberikan semangat, mendoakan, memberi kecupan, juga bayar biaya persalinan. I Love U So Much…

Tulisan ini untuk Al Fatih Ibnu Syalevi, anak laki-laki ibu yang kelak menjadi seorang pemberani, jujur, cerdas, berpengetahuan luas dan memiliki jiwa kepemimpinan seperti Muhammad Al Fatih (penguasa Ustmani ke 7)