Berawal dari obrolan biasa yang tak terduga di siang hari abis sepedahan. Mira, sahabatku yang satu kelas dari mulai SMP (1A dan 2D) kemudian SMA (XI IPA 1 dan XII IPA 1) tiba-tiba mengutarakan keinginannya untuk backpackeran ke Dieng. Katanya ada satu teman seangkatannya di IPDN yang dinas di Dieng. Wah, seakan memancing ide liar dan adrenalin buat tamasya, akhirnya aku mengajukan diri untuk menemani walaupun tak ada unsur mengundang dari Mira. Kabar gembiranya, Mira serius dan eksekusi akan dilaksanakan 2 minggu kemudian. 

13 Mei 2015
Tengah hari, ba’da dzuhur, kami para petualang tjantik ini menuju ke Jatinangor menggunakan bis Widia dari Subang. Bis Widia ini ulala sekali yah kalo soal kebut-kebutan dan serudukan. Subang-Jatinangor normalnya ditempuh sekitar 3,5 jam oleh pengemudi yang juga normal, tapi ajaibnya ini, kami hanya memakan waktu 2,5 jam saja. Karakteristik jalan ? jangan ditanya gan, berliku, curam, kanan gunung, kiri tebing. Bagi para ibu hamil dan menyusui, saya sarankan untuk tidak menggunakan Bis Widia ya, dikhawatirkan kontraksi di jalan. Tapi kami sih petualang muda ini sangat menikmati perjalanan, angin sepoi dan pemandangan yang khas Subang semakin meresap ke hati dengan adanya alunan musik dangdut di Bis.
Tiba di Nangor sekitar pukul 2.30 siang, jadi kami punya sekitaran 4 jam waktu untuk istirahat sambil menunggu Bis yang akan membawa kita ke Wonosobo.
18.00 WIB
Dengan gontai kami melangkah ke tempat P.O. Pahala Kencana, karena takut bisa keburu datang. kami duduk-duduk….
19.00
masih duduk-duduk…
20.00
Foto-foto…
21.00 
Tidur-tiduran..
   
23.00
Tidur Beneran…
DAN TRAVEL BARU TIBA PUKUL 24.00, tahukah hati kami begitu bergejolak ? rasanya ingin menelan sebongkah batu akik lalu melumatnya bersama si mobil travel itu . Kabar buruknya adalah, kita ga akan kebagian sunrise di Sikunir. *nangis sepanjang jalan. Di jalanan ada aja godaannya :
1. Mira baru jadian, jadi sepanjang jalan (almost 9 jam) Mira telponan -____- (ekspresi saya)
2. Mobil tiba-tiba nyenggol bahu jalan dan akhirnya ganti mobil
3. Mobil ngagaleong tiba-tiba, ternyata sopirnya ngantuk, kemudian sopirnya bobo 1 jam. ini ekspresi para penumpang -________________________-
:::Wonosobo:::

 

Alhamdulillah, kami akhirnya tiba di Mekkah….haha saking lamanya perjalanan
Yah, jam 9 pagi kami baru tiba di Wonosobo, artinya ya tim penjemput sudah one step ahead ke Dieng, bahkan sudah kembali ke Wonosobo. Kami dijemput di Taman Wonosobo yang kata si supir travel adalah alun-alun. Tim penjemput adalah Mas Agung dan Mas Ferry. 

:::Dieng:::

Yu langsung saja ke Dieng…
setelah mandi, kami terbagi menjadi dua tim berdasarkan mobil. aku dan Mira ikut Mas Agung dan Junet, sementara mobil kedua isinya Mas Ferry dan Onit sang kekasih. Di perjalanan menuju Dieng, kami diajak untuk mengunjungi Telaga Menjer. Hanya bayar beberapa ribu rupiah saja, kami sudah bisa menghirup udara segar dan menikmati pemandangan yang menyejukan jiwa raga, cieeh. Kami sempat berfoto di ujung perahu dan haha hihi di atas ombak yang tenang, tiba-tiba byuuuuur…. hujan besar membuat kami terkatung-katung di atas perahu selama lebih dari satu jam. 
Telaga Menjer
Saat hujan reda, kami pun melanjutkan perjalanan ke arah Dieng. Subhanallah, jalanan yang curam dan sempit yang bikin deg-degan terbayar dengan pemandangannya yang hijau. Fokus utama kami adalah batu ratapan, tapi sebelum naik, kami isi dulu perut dengan kentang kecil-kecil goreng khas Dieng, kecil-kecil bikin kenyang ternyata. Kemudian naiklah kita ke Batu Ratapan, beli tiket sekitar Rp. 15.000/ orang. Tiket baru dipegang sekitar lima menit loh, tiba-tiba hujan turun lagi, ternyata hujan emang ngikutin Mira. Batu ratapan yang jadi artis instagram itu tiba-tiba tertutup kabut, ga bisa foto-foto jadinya, sedih. Kami menunggu di saung sampai hujan berhenti, dan taraaam… we got it !
Batu Ratapan
Jadi guys, Dieng Plateu itu adalah kawasan, ada banyak tempat yang bagus banget buat di capture, termasuk batu ratapan. Kenyang berfoto di batu ratapan, kami turun menuju Kawah Sikidang bau kentut. Mirisnya, di sini banyak dijual murah Bunga Edelwais, hanya Rp.15.000. Guys, U have to know, itu kriminal !! ada undang-undang nya tentang larangan pemetikan Edelwais. Ya kamu memang beli, yang petik adalah si penjual. Tapi kalo kamu beli, dan dagangannya laku, si penjual bakal metik lebih banyak lagi guys. ga kasian apa nanti anak cucumu ga dapet kesempatan liat Edelwais langsung ? bunganya udah jarang loh. Miris !! Harapannya sih pemerintah sekitar memperhatikan ini ya, si pedagang dilarang keras sambil diajak sosialisasi atau dikasih modal buat usaha lain. That’s my oppinion. 
Kawah Sikidang

Next Destination adalah Telaga Tiga Warna, konon warna ini diciptakan karena mekanisme vulkanik di sana. Cantik sekali danau ini…
Telaga Tiga Warna

Setelah dari Telaga Tiga warna, kami pulang, beli oleh-oleh khas Dieng yaitu Carica dan pastinya makan Mie Ongklok yang enaknya puaraaah banget… bikin pengen lagi..
Mie Ongklok dan Sate

Mie ini gabisa dibawa pulang guys, karena bahannya dari aci atau tepung kanji yang kalau sudah dingin pasti membeku. Jadi kalau mau makan mie ini ya harus ke Wonosobo. *nangisdipojokan
Tenang, tidak sampai disitu saja, kami lanjutkan wisata kuliner kami ke Temanggung, sambil mencari petunjuk lanjut ke Semarang apa ke Jogja. Di Temanggung kami diajak makan Bakso Uleg Khas yang hits banget.
Bakso Uleg Khas
Jadi, si baso tuh ditambah sambel yang langsung di uleg, sebelum dihidangkan, orang yang makan ditanya dulu mau pake cabe berapa biji. kalau soal kuah, rasanya mirip Soto khas Subang, cuman bedanya pake baso dan tahu aja hihihihi. makanan ini jadi penutup dan pemisah kami dengan Mas Agung dan Onit, see you later guys.. thanks a lot
::: Semarang :::
Gaya banget lah aku sama Mira ini nginep di Hotel baru di Semarang, Backpacker kayaaaa !! nama hotelnya Studio Inn, hanya sekitar 190rb an kami sudah bisa bobo di kamar yang deluxe loh, ya walaupun cuman setangah malam. Karena perjalanan dari Temanggung – Semarang tiba di pukul 12 malam. 
Besok siangnya, tepat setelah jumatan kami makan siang di Giggle Box dan membelokkan arah yang tadinya mau ngunjungin Papa Cheng Ho jadi puter-puter cari Tahu Baxo bersama Mas Ferry dan Mba Dewi. Bersyukur kami bisa singgah dulu ke Masjid Agung Semarang yang katanya punya payung-payung kaya Nabawi. 
Masjid Agung Semarang
puteer puteer puteeer, tau tau malem, pas ngunjungin Cheng Ho nya udah kemaleman dong, ga bisa foto apa-apa kecuali kegelapan.
Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke pasar chinese “Semawis” yang katanya hanya buka di malam hari dan hari-hari tertentu saja. Banyak amkanan yang jarang ada dan yang hampir punah kaya terang bulan, macem-macem pokonya, ada ramalan jodoh, sampai karaokean lagu cina.
Oke itulah the last place yah, pulang dari Pasar Semawis kami langsung menuju Bis Bandung, kapok pake travel abal-abal lagi.